Jumat, 30 Maret 2012

PEMERIKSAAN SPESIMEN DARAH


PEMERIKSAAN SPESIMEN DARAH
Oleh: I Putu Gede Widhiadnyana

            Pemeriksaan darah terbagi atas beberapa bagian, yakni pemeriksaan darah rutin, pemeriksaan fungsi hati, ginjal, jantung, pemeriksaan kolesterol, dan gula darah.
1.      PEMERIKSAAN DARAH RUTIN
a.       Hemoglobin
Hemoglobin atau yang sering disingkat dengan Hb merupakan salah satu dari sekian banyak tolak ukur apakah anda terkena anemia atau tidak. Hemoglobin adalah suatu protein yang berada di dalam darah yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen. Jadi, oksigen yang telah dihirup dan masuk ke paru-paru nantinya akan diangkut lagi oleh hemoglobin di dalam darah untuk didistribusikan ke otak, jantung, ginjal, otot, tulang dan seluruh organ tubuh.
      Orang-orang yang tidak pernah atau jarang mengkonsumsi vitamin dan mineral, ibu hamil, orang yang mengalami perdarahan akibat terluka, terkena infeksi kronis atau penyakit kronis seperti TBC, tumor, gangguan hati, dan gangguan kesehatan lainnya, bias saja terjadi penurunan kadar Hb. Raut wajah akan terlihat pucat dan kuyu. Tubuh pun menjadi lemas, tidak bertenaga dan mudah lelah.
b.      Eritrosit
Eritrosit atau sering disebut sel darah merah, adalah bagian darah dengan komposisi terbanyak di dalam darah. Fungsi utamanya adalah sebagai tempat metabolisme makanan untuk dapat menghasilkan energi serta mengangkut O2 (oksigen) dan CO2 (karbon dioksida). Pada penyakit-penyakit kronis seperti penyakit hati, anemia, dan leukemia bias ditemui penurunan jumlah sel darah merah. Pada pemeriksaan lanjutan, biasanya laboratorium akan melampirkan nilai-nilai seperti MCV dan MCHC.
MC (mean cospuscular) adalah jenis pemeriksaan untuk menilai kadar eritrosit rata-rata. Pemeriksaan ini biasanya dijadikan indikator untuk melihat kadar anemia seseorang. MCV atau mean cospuscular volume digunakan untuk mengukur indeks volume eritrosit dalam darah. MCH atau mean cospuscular haemoglobin untuk mengukur indeks warna pada eritrosit dalam darah. Adapun MCHC atau mean cospuscular haemoglobin concentration untuk mengukur indeks saturasi eritrosit dalam darah.
Sekali lagi, pemeriksaan ini ditujukan untuk menegakkan penyakit anemia yang diderita seseorang. Nilai-nilai ini menggambarkan beraneka ragam bentuk atau wajah sel darah merah. Hal ini penting untuk mengetahui apakah ada kelainan pada sel darah merah.
c.       Leukosit
Leukosit juga disebut sel darah putih walaupun sebenarnya tidak berwarna alias bening. Di dalam sel darah putih terkandung unsur-unsur darah seperti basofil, eosinofil, neutrofil, limfosit, dan monosit.
Keadaan dimana leukosit meninggi disebut leukositosis, biasa muncul pada darah setelah menjalani latihan olah raga yang berat, terkena infeksi kronis (tifus, cacingan, TBC, dan lain-lain), atau setelah terkena luka bakar yang luas.
Pada saat leukemia kadar leukosit sangat tinggi, bias mencapai 10 kali lipat dibandingkan kadar normalnya. Jika kadar leukosit terlalu tinggi, leukosit tersebut justru akan merusak leukosit lainnya, dan ini juga akan mempengaruhi sistem kekebalan tubuh.
Kadar leukosit akan turun seiring dengan sembuhnya satu sumber penyakit. Jika memang yang bermasalah adalah leukosit itu sendiri misalnya leukemia, dokter akan memberikan pengobatan khusus untuk menurunkan kadar leukosit.
Ada juga yang disebut leukopeni. Kondisi ini terjadi karena kadar leukosit anda kurang dari normal. Leukopeni biasanya timbul akibat mengkonsumsi obat-obatan tertentu seperti obat-obatan kanker, keracunan benzene, urethane, dan logam-logam tertentu, infeksi kronis, anemia, dan juga faktor keturunan. Jika kadarnya terlalu rendah, tentu akan berpengaruh pada system kekebalan tubuh. Tubuh akanlebih mudah terkena berbagai penyakit infeksi.
d.      Hematokrit
Hematokrit atau biasa disingkat Ht merupakan perbandingan antara proporsi volume sampel darah Anda dengan sel darah merah merah (eritrosit) yang diukur dalam satuan millimeter per desiliter dari darah keseluruhan, bias juga dinyatakan dalam persen. Jading pengukuran ini bias dihubungkan dengan tingkat kekentalan darah. Semakin tinggi presentasenya berarti semakin tinggi kekentalan darahnya, atau sebaliknya. Bersama kadar hemoglobin, kadar hematokrit biasanya dikaitkan dengan derajat anemia yang diderita.
e.       Trombosit
Trombosit sering dikaitkan dengan penyakit demam berdarah atau DBD. Pada penderita DBD, terjadi penurunan kadar trombosit dalam darah secara signifikan. Trombosit yang menurun menyebabkan terjadinya pendarahan pada kulit karena trombosit berfungsi sebagai salah satu pembeku darah.
      Tidak semua trombosit yang rendah lantas dikaitkan dengan DBD. Rendahnya trombosit juga bias merupakan kelainan bawaan. Hal ini terjadi karena produksi trombosit seseorang memang sangat rendah.
      Trombosit yang rendah menimbulkan gangguan pada system pembekuan darah. Oleh karena itu, pada penderita DBD dengan kadar trombosit rendah akan mempermudah munculnya titik-titik pendarahan pada kulit, hidung bahkan otak.
      Trombosit yang meninggi sering terjadi pada leukemia (kanker sel darah putih), polisitemia vera (kadar sel darah merah yang sangat meninggi), penyebaran tumor ganas, penyakit-penyakit vaskuler seperti lupus (gangguan system imun atau kekebalan tubuh), setelah operasi pembedahan, perdarahan, dan pada orang yang baru berhenti mengkonsumsi alkohol.
f.       Laju Endap Darah (LED)
Pemeriksaan ini ditujukan untuk melihat kecepatan darah dalam membentuk endapan. Sekian cc darah akan dimasukkan ke dalam satu tabung pengukuran dan dinilai pada berapa millimeter pengendapan itu muncul. Laju endap darah dilakukan untuk menilai berapa kecepatan eritrosit atau sel darah merah bisa mengendap dalam tabung pengukuran yang diukur selama satu jam.
Laju endap darah mungkin akan meninggi dalam satu jam apabila mengalami cedera, peradangan, atau kehamilan. Laju endap darah juga akan meningkat jika menderita infeksi kronis atau kasus-kasus dimana peradangan menjadi kambuh, misalnya TBC atau rematik. Adanya tumor, keracunan logam, radang ginjal maupun lever juga kadang memberikan nilai yang tinggi untuk laju endap darah.
Laju endap darah bisa menurun akibat kelainan-kelainan sel darah merah seperti polisitemia vera yaitu suatu penyakit dimana sel darah merah sangat banyak sehingga darah menjadi sangat kental. Jika dilakukan pemeriksaan laju endap darah maka kecepatan timbulnya pengendapan menjadi sangat lambat karena volume sel darah merah hamper sama dengan darah keseluruhan.
Pemeriksaan laju endap darah sangat berguna untuk mendeteksi adanya suatu peradangan dan bahkan perjalanan atau aktivitas suatu penyakit.
g.      Hitung Jenis
Darah terdiri atas komponen-komponen seperti eritrosit, trombosit, hemoglobin, dan leukosit. Leukosit sendiri terdiri atas sel leukosit basofil, eusinofil, neutrofil (terdiri atas neutrofil batang dan neutrofil segmen), monosit dan limfosit. Besarnya kadar-kadar zat penyusun leukosit tersebut dinyatakan dalam persen. Biasanya, persentase tertinggi ada pada neutrofil segmen dan limfosit, sementara persentase terendah ada pada eosinofil, basofil, dan monosit. Kadangkala persentase eosinofil lebih tinggi, misalnya pada keadaan infeksi kronis seperti cacingan, keracunan, dan perdarahan. Bisa juga terjadi persentase limfosit dan monosit lebih tinggi yaitu pada penyakit hati dan anemia kronis.   
h.      Golongan Darah
Pengujian golongan darah penting dilakukan terutama apabila dalam keadaan terdesak yang mengharuskan mendapat tranfusi darah.

2.      PEMERIKSAAN FUNGSI HATI
Sebagai organ tubuh yang memiliki banyak fungsi penting, seperti menetralkan racun yang masuk ke dalam tubuh dan merombak nutrisi menjadi energi. Dalam pemeriksaan fungsi hati, ada beberapa parameter yang harus diperhatikan, antara lain:
a.       SGOT
SGOT merupakan singkatan dari serum glutamic oxaloacetic transaminase. Beberapa laboratorium sering juga memakai istilah AST (aspartate aminotransferase). SGOT merupakan enzim yang tidak hanya terdapat di hati, melainkan juga terdapat di otot jantung, otak, ginjal, dan otot-otot rangka.
Adanya kerusakan pada hati, otot jantung, otak, ginjal dan rangka bisa dideteksi dengan mengukur kadar SGOT. Pada kasus seperti alkoholik, radang pancreas, malaria, infeksi lever stadium akhir, adanya penyumbatan pada saluran empedu, kerusakan otot jantung, orang-orang yang selalu mengkonsumsi obat-obatan seperti antibiotik dan obat TBC, kadar SGOT bisa meninggi, bahkan bisa menyamai kadar SGOT pada penderita hepatitis.
Kadar SGOT dianggap abnormal jika nilai yang didapat 2-3 kali lebih besar dari nilai normalnya.
b.      SGPT
SGPT adalah singkatan dari serum glutamic pyruvic transaminase, sering juga disebut dengan istilah ALT (alanin aminotansferase). SGPT dianggap jauh lebih spesifik untuk menilai kerusakan hati dibandingkan SGOT. SGPT meninggi pada kerusakan lever kronis dan hepatitis. Sama halnya dengan SGOT, nilai SGPT dianggap abnormal jika nilai hasil pemeriksaan anda 2-3 kali lebih besar dari nilai normal.
c.       Bilirubin
Pada pemeriksaan rutin, biasanya yang diperiksa adalah bilirubin total dan bilirubin direk. Adajuga istilah bilirubin indirek yaitu selisih bilirubin total dengan bilirubin direk. Bilirubin merupakan suatu pigmen atau zat warna yang berwarna kuning, hasil metabolisme dari penguraian hemoglobin (Hb) di dalam darah.
Pada penyakit hati yang menahun (kronis), dapat terjadi peningkatan kadar bilirubin total yang tentunya juga diiringi peningkatan bilirubin indirek atau bilirubin direk. Peningkatan ini berhubungan dengan peningkatan produksi bilirubin atau akibat adanya penyumbatan pada kandung empedu sebagai orgam tubuh yang menyalurkan bilirubin ke dalam usus. Akibat penumpukan bilirubin ini, wajah, badan dan urin akan berwarna kuning.
d.      Gamma GT
Gamma GT (glutamil tranferase) merupakan enzim hati yang sangat peka terhadap penyakit hepatitis dan alkoholik. Kadarnya yang tinggi bisa bertahan beberapa lama pasca penyembuhan hepatitis.
e.       Alkali Fosfatase
Fosfatase alkali merupakan enzim hati yang dapat masuk ke saluran empedu. Kandung empedu terletak persis di bawah hati atau lever. Meningkatnya kadar fosfatase alkali terjadi apabila ada hambatan pada saluran empedu. Hambatan pada saluran empedu dapat disebabkan adanya batu empedu atau penyempitan pada saluran empedu.
f.       Cholinesterase
Umunya kadar cholinesterase menurun pada kerusakan parenkim hati seperti hepatitis kronis dan adanya lemak dalam hati. Pemeriksaan ini sering dipakai sebagai pemeriksaan tunggal pada pasien yang mengalami keracunan hati akibat obat-obatan (termasuk keracunan insektisida).
g.      Protein Total (rasio albumin/globulin)
Protein dalam darah yang penting terdiri dari protein albumin dan globulin. Albumin sepenuhnya diproduksi di hati, sedangkan globulin hanya sebagian yang diproduksi di hati, sisanya diproduksi oleh system kekebalan dalam tubuh. Albumin dan globulin merupakan suatu zat yang sangat berguna dalam sistem kekebalan tubuh. Perubahan kadar keduanya bisa menunjukkan adanya gangguan pada organ hati atau juga bisa pada organ tubuh lainnya misalnya ginjal.
Pada pemeriksaan laboratorium, penting untuk menilai kadar protein total, kadar globulin dan kadar albumin. Pada penyakit-penyakit hati, kadar protein bisa meninggi dan bisa juga menurun. Begitu pula kadar albumin dan globulin. Sebagai contoh, jika terjadi infeksi pada hati yang baru diketahui kira-kira dalam tiga bulan terakhir, dapat terjadi peningkatan kadar globulin dan penurunan kadar albumin.

3.      PEMERIKSAAN FUNGSI GINJAL
Ginjal memiliki banyak fungsi, misalnya untuk membersihkan darah dan mengatur keseimbangan cairan. Oleh karen itu, pemeriksaan ginjal terutama pada klien yang mengalami nyeri pinggang dan sakit saat buang air kecil, wajib dilakukan. Pemeriksaan fungsi ginjal mencakup beberapa parameter sebagai berikut:
a.       Ureum
Ureum merupakan produk sisa metabolisme (pembakaran) protein. Dalam keadaan normal, kadar ureum darah selalu konstan. Jika terjadi produksi yang berlebihan, misalnya makanan yang kita konsumsi terlalu tinggi kadar proteinnya maka ginjal akan berupaya keras mengeluarkannya dari dalam tubuh. Namun, apabila terjadi kerusakan pada ginjal maka akan terjadi penumpukan ureum di dalam darah. Ginjal lantas tidak mampu membuang ureum tersebut sehingga kadarnya semakin tinggi. Keadaan lain seperti terjadinya dehidrasi (kekurangan cairan tubuh akibat diare, keringat berlebih, dan kurang minum) juga akan menyebabkan tingginya kadar ureum dalam darah. Jika kadar ureum sangat tinggi dalam darah maka akan dapat menyebabkan koma.
b.      Creatinin
Creatinin juga merupakan zat sisa metabolisme protein. Jika kadar kreatinin dalam darah berada dalam keadaan berlebih maka kelebihan tersebut akan selalu dibuang melalui ginjal. Namun, apabila terjadi kerusakan pada saringan ginjal maka akan beresiko terjadinya penumpukan kadar creatinin dalam darah yang tidak bisa dibuang di dalam darah oleh ginjal. Seperti halnya ureum, kemampuan ginjal mengeluarkan creatinin juga merupakan penilaian terhadap fungsi ginjal. Pada beberapa penyakit seperti batu ginjal atau infeksi ginjal, bisa ditemui peninggian kadar creatini darah.
c.       Asam Urat
Asam urat juga merupakan salah satu indikator untuk mengetahui fungsi ginjal. Orang banyak berasumsi bahwa asam urat dikaitkan dengan lutut atau tumit yang sakit dan badan terasa pegal-pegal.
Asam urat yang meninggi bisa terdapat pada anda yang terlalu banyak mengkonsumsi jeroan, kepiting, melinjo, kacang tanah, bayam, kol, dan lain-lain. Faktor keturunan, mengkonsumsi alkohol berlebihan, kegemukan, dan penyakit darah tinggi yang berat juga meningkatkan resiko terjadinya peningkatan kadar asam urat.

4.      PEMERIKSAAN FUNGSI JANTUNG
Pemeriksaan jantung biasanya dilakukan untuk mengukur LDH dan CPK (CK).
a.       LDH
LDH atau lactate dehydrogenase adalah suatu enzim yang terdapat di jantung, berfungsi untuk mengubah zat makanan yang disuplai dari darah menjadi energi.
b.      CPK atau CK
CPK (creatin phosphokinase) atau CK (creatin kinase) adalah enzim yang sebenarnya tidak hanya terdapat dalam otot-otot jantung, melainkan juga terdapat dalam otak, otot-otot polos seperti usus, dan otot-otot rangka. Enzi mini akan meningkat dalam keadaan tertentu, misalnya jika terjadi penyumbatan pembuluh darah jantung, dan adanya kelainan pada otot jantung. Namun, enzim ini juga akan meningkat dalam kapasitas ringan maupun sedang setelah melakukan olahraga berat, setelah operasi, pasca-kecelakaan, adanya kelainan pada paru (seperti penimbunan cairan dalam paru), dan hipotiroidisme (rendahnya kadar hormone yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid).
5.      PEMERIKSAAN KADAR KOLESTEROL DALAM DARAH
Pemeriksaan kadar kolesterol mutlak dilakukan terutama pada orang yang gemar menyantap makanan siap saji, memiliki berat badan berlebih, dan seorang perokok. Dalam pemeriksaan kolesterol, ada 4 jenis yang sering diperiksa, yakni kolesterol total, kolesterol HDL, kolesterol LDL, dan trigliserida.
a.       Kolesterol Total dan HDL
HDL merupakan jenis kolesterol yang berfungsi membawa seluruh kolesterol ke pabrik pengolahannya yaitu hati. HDL juga berfungsi membawa kolesterol yang telah diolah untuk didistribusikan ke otak, jantung, dan seluruh organ tubuh yang lain. Oleh karena itu, HDL dikatakan sebagai kolesterol baik. Jika kadar HDL rendah maka akan banyak kolesterol yang menempel pada pembuluh darah. Kejadian ini adalah cikal bakal terjadinya tekanan darah tinggi karena banyak penyumbatan pada pembuluh darah.
b.      Kolesterol HDL
LDL merupakan kolesterol yang dapat menyebabkan terjadinya penimbunan plak di dalam saluran pembuluh darah. LDL mempunyai tugas yang berlawanan dengan HDL. Jika kadar LDL meningkat maka diperkirakan banyak kolesterol yang berasal dari makanan yang tidak terangkut ke hati. Hal ini disebabkan ulah LDL yang menahan kolesterol.
c.       Kolesterol Trigliserida
Ini adalah kolesterol yang mengikat trigliserida. Kadarnya yang tinggi menunjukkan banyak kolesterol jenis trigliserida di dalam darah.
            Ketiga kolesterol ini sering dinyatakan sebagai Kolesterol Total.

6.      PEMERIKSAAN GULA DARAH
Pemeriksaan gula darah rutin dilakukan pada setiap medical check-up.
a.       Gula Darah Puasa
Seperti namanya, pemeriksaan ini memang untuk mengukur berapa kadar gula darah sewaktu berpuasa. Biasanya klien harus puasa selama ±10 jam sebelum pemeriksaan. Dimulai pada pukul 10 malam dan dilakukan pemeriksaan pada pukul 8 pagi keesokan harinya. Gula darah yang rendah atau sangat tinggi akan membuat tubuh menjadi lemas, keluar keringat dingin, dan kesemutan.
b.      Gula Darah 2 Jam Post Pradial
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengecek kadar gula darah 2 jam setelah makan. Jadi sewaktu klien diperiksa gula darah puasa pada pukul 8 pagi maka klien diharuskan mengkonsumsi makanan secara biasa. Tepat dua jam sesudahnya yakni pukul 10 pagi, gula darah klien kembali diperiksa. Hasilnya akan menunjukkan berapa kenaikan gula darah klien yang sebenarnya ketika selesai makan.
c.       Gula Darah Sewaktu
Pemeriksaan ini biasanya hanya diperiksa sewaktu-waktu. Tidak ada pemeriksaan khusus.
d.      HbA1c
Pemeriksaan ini digunakan untuk menilai pengendalian metabolisme (pengolahan) gula darah pada penderita penyakit gula darah. HbA1c termasuk jenis hemoglobin yang jumlahnya mencapai 4-6% dari semua jenis hemoglobin yang ada.
      Pemeriksaan HbA1c lebih menggambarkan berapa pengendalian kadar gula darah klien dalam 3-4 bulan terakhir. Seperti pada umumnya hemoglobin, HbA1c ini terikat di dalam sel darah merah (eritrosit) selama umur eritrosit itu, yakni sekitar 120 hari.

7.      PEMERIKSAAN ELEKTROLIT DARAH
Pemeriksaan elektrolit darah pada dasarnya merupakan pemeriksaan kadar kandungan garam dan mineral dalam darah, seperti natrium, kalium, kalsium, magnesium, dan klorida. Fungsi pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui adanya gangguan pada salah satu organ tubuh, seperti ginjal dan jantung, tulang, serta sebagai penanda kanker.
a.       Natrium
Natrium sering dijadikan salah satu indicator gangguan pada jantung, ginjal, dan penyakit gondok. Beberapa diagnosis penyakit seperti gangguan ginjal disertai pembengkakan pada kaki dan atau seluruh badan, pembengkakan jantung, pembengkakan pada perut yang berisi cairan, diare yang berkepanjangan, olahraga dengan keringat berlebihan, dan luka bakar biasanya menunjukkan adanya penurunan natrium. Penurunan natrium juga sering menyebabkan menjadi mual dan muntah, sakit kepala, dan bahkan kejang dan koma. Adapun peningkatan kadar natrium bisa mengakibatkan lemah otot, kejang, dan juga bisa mengakibatkan koma.
b.      Kalium
Seperti halnya natrium, kalium juga merupakan indikator adanya gangguan pada metabolisme cairan tubuh, terutama melibatkan jantung dan ginjal. Kadar kalium bisa menurun pada orang-orang yang menderita diabetes mellitus (kencing manis), diare yang berkepanjangan, muntah-muntah, dan pada penyakit ginjal. Kadar kalium dapat meninggi pada klien dengan luka bakar, setelah tranfusi darah, dan setelah operasi pembedahan.
c.       Kalsium
Kadar kalsium tidak hanya identik dengan pemeriksaan kekuatan tulang. Kalsium juga terdapat dalam darah sehingga pemeriksaan kadar kalsium juga berfungsi untuk menilai kemampuan fungsi ginjal, kelenjar paratiroid, dan lain-lain. Pada beberapa kasus, seperti adanya kanker serta penggunaan vitamin A dan D secara berlebihan, dapat ditemukan adanya kadar kalsium darah. Sebaliknya penurunan kadar kalsium bisa dijumpai pada kasus-kasus seperti nyeri otot kronis.
d.      Magnesium
Magnesium terdapat di dalam tulang dan otot. Kadarnya bisa meninggi pada pasien dengan kelainan irama jantung atau gagal ginjal. Orang yang sering mengkonsumsi alcohol biasanya mengalami penurunan kadar magnesium. Begitu pula halnya pada kasus-kasus malnutrisi atau kekurangan gizi.
e.       Klorida
Walaupun jarang diperhitungkan, kadar klorida tetaplah penting untuk diperiksa. Klorida lebih dikaitkan dengan mineral yang menjaga keseimbangan cairan tubuh.
Kadarnya bisa meninggi jika klien mengalami dehidrasi atau kehilangan cairan tubuh berlebihan. Namun, pada kehamilan, usia lanjut, dan adanya defisiensi vitamin serta zat besi, sering ditemukan adanya penurunan kadar klorida.  




LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA PASIEN DENGAN PERILAKU KEKERASAN (PK)


LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA
PADA PASIEN DENGAN PERILAKU KEKERASAN (PK)
Oleh: I Putu Gede Widhiadnyana

I.                   Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif. (Stuart dan Sundeen, 1995).
Perilaku kekerasan sukar diprediksi. Setiap orang dapat bertindak keras tetapi ada kelompok tertentu yang memiliki resiko tinggi yaitu pria berusia 15-25 tahun, orang kota, kulit hitam, atau subgroup dengan budaya kekerasan, peminum alkohol (Tomb, 2003 dalam Purba, dkk, 2008). Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk  melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut (Purba dkk, 2008).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain (Yosep, 2007; hal, 146). Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Depkes, RI, 2000).
Sedangkan menurut Carpenito 2000, perilaku kekerasan adalah keadaan dimana individu-individu beresiko menimbulkan bahaya langsung pada dirinya sendiri ataupun orang lain.
Jadi, perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan individu yang melakukan tindakan yang dapat membahayakan/mencederai diri sendiri, orang lain bahkan dapat merusak lingkungan.

II.                Etiologi
Perilaku kekerasan bisa disebabkan adanya gangguan harga diri: harga diri rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan.
Frustasi, seseorang yang mengalami hambatan dalam mencapai tujuan/keinginan yang diharapkannya menyebabkan ia menjadi frustasi. Ia merasa terancam dan cemas. Jika ia tidak mampu menghadapi rasa frustasi itu dengan cara lain tanpa mengendalikan orang lain dan keadaan sekitarnya misalnya dengan kekerasan.

III.             Faktor-Faktor yang Menyebabkan PK
A.      Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan  menurut teori biologik, teori psikologi, dan teori sosiokultural yang dijelaskan  oleh Towsend (1996 dalam Purba dkk, 2008) adalah:
1. Teori Biologik
Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh terhadap perilaku:
a. Neurobiologik
Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls  agresif: sistem limbik, lobus frontal dan hypothalamus. Neurotransmitter juga mempunyai peranan dalam memfasilitasi atau menghambat proses impuls agresif. Sistem limbik merupakan sistem informasi, ekspresi, perilaku, dan memori. Apabila ada gangguan pada sistem ini maka akan meningkatkan atau menurunkan potensial perilaku kekerasan. Adanya gangguan pada lobus frontal maka individu tidak mampu membuat keputusan, kerusakan pada penilaian, perilaku tidak sesuai, dan agresif. Beragam komponen dari sistem neurologis mempunyai implikasi memfasilitasi dan menghambat impuls agresif. Sistem limbik terlambat dalam menstimulasi timbulnya perilaku agresif. Pusat otak atas secara konstan berinteraksi dengan pusat agresif.
b. Biokimia
Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine, dopamine, asetikolin, dan serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi atau menghambat impuls agresif. Teori ini sangat konsisten dengan fight atau flight yang dikenalkan oleh Selye dalam teorinya tentang respons terhadap stress.
c. Genetik
Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara perilaku agresif dengan genetik karyotype XYY.
d. Gangguan Otak
Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi perilaku agresif dan tindak kekerasan. Tumor otak, khususnya yang menyerang sistem limbik dan lobus temporal; trauma otak, yang  menimbulkan perubahan serebral; dan penyakit seperti ensefalitis, dan epilepsy, khususnya lobus temporal, terbukti berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.
2.  Teori Psikologik
a. Teori Psikoanalitik
Teori ini menjelaskan tidak  terpenuhinya kebutuhan untuk mendapatkan kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat konsep diri rendah. Agresi dan tindak kekerasan memberikan kekuatan dan prestise yang dapat meningkatkan citra diri dan memberikan arti  dalam kehidupannya. Perilaku agresif dan perilaku kekerasan merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap rasa  ketidakberdayaan dan rendahnya harga diri.
b. Teori Pembelajaran
Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran mereka, biasanya orang tua mereka sendiri. Contoh peran tersebut ditiru karena dipersepsikan sebagai prestise atau berpengaruh, atau jika perilaku tersebut diikuti dengan pujian yang positif. Anak memiliki persepsi ideal tentang orang tua mereka selama tahap perkembangan awal. Namun, dengan perkembangan yang dialaminya, mereka mulai meniru pola perilaku guru, teman, dan orang lain. Individu yang dianiaya ketika masih kanak-kanak atau mempunyai orang tua yang mendisiplinkan anak mereka dengan hukuman fisik akan cenderung untuk berperilaku kekerasan setelah dewasa.
3.  Teori Sosiokultural
Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan struktur sosial terhadap perilaku agresif. Ada kelompok sosial yang secara umum menerima perilaku kekerasan sebagai cara untuk menyelesaikan masalahnya. Masyarakat juga berpengaruh pada perilaku tindak kekerasan, apabila individu menyadari bahwa kebutuhan dan keinginan mereka tidak dapat terpenuhi secara konstruktif. Penduduk yang ramai /padat dan lingkungan yang ribut dapat berisiko untuk perilaku kekerasan. Adanya keterbatasan sosial dapat menimbulkan kekerasan dalam hidup individu.

B.       Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan  dengan (Yosep, 2009):
1.      Ekspresi diri, ingin menunjukkan  eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan sebagainya.
2.      Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
3.      Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
4.      Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan dirinya sebagai seorang yang dewasa.
5.      Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi.
6.      Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga.

IV.             Tanda dan Gejala
Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan adalah sebagai berikut:
1. Fisik
a. Muka merah dan tegang
b. Mata melotot/ pandangan tajam
c. Tangan mengepal
d. Rahang mengatup
e. Postur tubuh kaku
f. Jalan mondar-mandir
2. Verbal
a. Bicara kasar
b. Suara tinggi, membentak atau berteriak
c. Mengancam secara verbal atau fisik
d. Mengumpat dengan kata-kata kotor
e. Suara keras
f. Ketus
3. Perilaku
a. Melempar atau memukul benda/orang lain
b. Menyerang orang lain
c. Melukai diri sendiri/orang lain
d. Merusak lingkungan
e. Amuk/agresif
4. Emosi
a.    Tidak adekuat
b.    Tidak aman dan nyaman
c.    Rasa terganggu, dendam dan jengkel
d.   Tidak berdaya
e.    Bermusuhan
f.     Mengamuk, ingin berkelahi
g.    Menyalahkan dan menuntut
5. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
6. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain,  menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.
7.    Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
8.  Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.

V.                Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan dilakukan dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan yang meliputi 5 tahapan yaitu: Pengkajian,perumusan diagnose keperawatn,   perencanaan/intervensi, pelaksanaan/implementasi dan evaluasi, yang masing-masing berkesinambungan serta memerlukan kecakapan keterampilan professional tenaga keperawatan. Proses keperawatan adalah cara pendekatan sistimatis yang diterapkan dalam pelaksanaan fungsi keperawatan, ide pendekatan yang dimiliki, karakteristik sistimatis, bertujuan, interaksi, dinamis dan ilmiah.
A.    Pengkajian 
a. Aspek biologis
Respons fisiologis timbul karena kegiatan system saraf otonom bereaksi terhadap sekresi epineprin sehingga tekanan darah meningkat, tachikardi, muka merah, pupil melebar, pengeluaran urine meningkat. Ada gejala yang sama dengan kecemasan seperti meningkatnya kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku, dan refleks cepat. Hal ini disebabkan oleh energi yang dikeluarkan saat marah bertambah.
b.         Aspek emosional
Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya, jengkel, frustasi, dendam, ingin memukul orang lain, mengamuk, bermusuhan dan sakit hati, menyalahkan dan menuntut.
c.     Aspek intelektual
Sebagian besar pengalaman hidup individu didapatkan melalui proses intelektual, peran panca indra sangat penting untuk beradaptasi dengan lingkungan yang selanjutnya diolah dalam proses intelektual sebagai suatu pengalaman. Perawat perlu mengkaji cara klien marah, mengidentifikasi penyebab kemarahan, bagaimana informasi diproses, diklarifikasi, dan diintegrasikan.
d.    Aspek sosial
Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan ketergantungan. Emosi marah sering merangsang kemarahan orang lain. Klien seringkali menyalurkan kemarahan dengan mengkritik tingkah laku yang lain sehingga orang lain merasa sakit hati dengan mengucapkan kata-kata kasar yang berlebihan disertai suara keras. Proses tersebut dapat mengasingkan individu sendiri, menjauhkan diri dari orang lain, menolak mengikuti aturan.
e.     Aspek spiritual
Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu dengan lingkungan. Hal yang bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan dengan amoral dan rasa tidak berdosa.

B.     Pohon Masalah
Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan



Perilaku Kekerasan/amuk
 


               
                                                  Gangguan Harga Diri : Harga Diri Rendah
( Budiana Keliat, 1999)



C.     Diagnosa Keperawatan
1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
a. Data subjektif: Klien mengatakan marah dan jengkel kepada orang lain, ingin membunuh, ingin membakar atau mengacak-acak lingkungannya.
b. Data objektif: Klien mengamuk, merusak dan melempar barang-barang, melakukan tindakan kekerasan pada orang-orang disekitarnya.
2. Perilaku kekerasan / amuk
a. Data Subjektif : Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang, klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal atau marah, riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
b. Data Objektif: Mata merah, wajah agak merah, nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai, ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam, merusak dan melempar barang barang.
3.      Gangguan harga diri : harga diri rendah
a.    Data Subyektif: Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.
b.    Data obyektif: Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan, ingin mencederai diri / ingin mengakhiri hidup

D.    Intervensi Keperawatan
Rencana tindakan keperawatan
Tujuan Umum: Klien tidak mencederai dengan melakukan manajemen kekerasan
Tujuan Khusus:
1.       Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
·         Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
·         Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
·         Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
2.       Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
Tindakan:
·         Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
·         Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel/kesal.
·         Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien dengan sikap tenang.

3.      Klien dapat mengidentifikasi tanda‑tanda perilaku kekerasan.
Tindakan :
·         Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat jengkel/kesal.
·         Observasi tanda perilaku kekerasan.
·         Simpulkan bersama klien tanda‑tanda jengkel/kesal yang dialami klien.

4.      Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Tindakan:
·         Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
·         Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
·         Tanyakan "Apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya selesai ?"

5.      Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
Tindakan:
·         Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.
·         Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.
·         Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.

6.      Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon thd kemarahan.
Tindakan :
·         Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.
·         Diskusikan cara lain yang sehat.Secara fisik : tarik nafas dalam jika sedang kesal, berolah raga, memukul bantal/kasur.
·         Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau kesal/tersinggung.
·         Secara spiritual : berdo'a, sembahyang, memohon kepada Tuhan untuk diberi kesabaran.
7.       Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.
Tindakan:
·         Bantu memilih cara yang paling tepat.
·         Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.
·         Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih.
·         Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam simulasi.
·         Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel/marah.

8.       Klien mendapat dukungan dari keluarga.
Tindakan :
·         Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melaluit pertemuan keluarga.
·         Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.

9.       Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program).
Tindakan:
·         Diskusikan dengan klien tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek samping).
·         Bantu klien mengpnakan obat dengan prinsip 5 benar (nama klien, obat, dosis, cara dan waktu).
·         Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan.












DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta: EGC

Stuart GW, Sundeen, Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 th ed.). St.Louis Mosby Year Book, 1995

Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999

Keliat Budi Ana, Gangguan Konsep Diri, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999

Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino Gonohutomo, 2003

Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung, RSJP Bandung, 2000